Friday, December 27, 2013

Mengejar Tante-tante #1

Posted at  Friday, December 27, 2013  |  in  Cerpen

Perjalanan hidupku berubah seratus delapan puluh derajat ketika ada sebuah tawaran gila yang diberikan oleh seorang pengusaha Batubara asal kalimantan. Aku ditawari kerja diperusahaannya, tak tanggung-tanggung aku ditawari untuk menjabat Direktur Operasional diperusahaan yang dia pimpim. Akupun berfikir panjang untuk menerima tawaran yang cukup menggiurkan tersebut, secara aku hanyalah seorang pekerja salon.

Awal mula perkenalan itu dimulai saat aku sedang bekerja di salon kecantikan pada sebuah mall di Jakarta Selatan. Saat itu ada seorang perempuan setengah baya datang untuk melakukan perawatan tubuh. Dia adalah tante Mira, pelanggan setia salon tempat aku bekerja. Saat itu dia terlihat sangat lelah, terlihat dari guratan-guratan wajahnya sangat muram.

Disela-sela perawatan kami memulai percakapan, walaupun sedikit ragu-ragu akhirnya aku mengikuti arah pembicaraan yang diinginkan oleh tante Mira. Rupanya wajah muram-nya itu bukan tak beralasan, namun memang dia sedang dirundung berbagai permasalahan. Aku hanya menjadi pendengar setia. Dia bercerita panjang lebar tentang berbagai permasalahannya kepadaku, dan aku hanya menjawab sebisa mungkin agar tante Mira puas dengan pembicaraan itu. 

Perusahaan yang dia pimpin sedang mengalami gejolak. Gonjang-ganjing dari permasalahan itu dikarenakan banyak orang didalamnya ingin menguasai perusahaan tersebut. Suami tante Mira meninggal enam bulan lalu dalam sebuah kecelakaan mobil, yang sepertinya ter-skenario. Penyelidikan tentang kematiannya pun berakhir setelah polisi mengumumkan hasilnya. Bahwa suami tante Mira tewas karena kecelakaan murni. Tante mira pun terlihat sangat kecewa, namun demikian dia akhirnya menerima dengan lapang dada kepergian suami tercinta.

Dengan susah payah dia mempertahankan perusahaan peninggalan suaminya itu. Tidak mudah dia menjalankan roda perusahaan seorang diri. Karena memang sebelumnya dia hanya bekerja di balik suaminya tersebut.

Melihat kesedihan tante Mira itu aku memberanikan diri untuk sedikit menasehati, walaupun tidak ada kewajiban aku untuk melakukan itu. Mungkin saat itu tante sedang membutuhkan sosok teman yang setidaknya bisa mengurangi beban permasalahannya itu. 

Hampir dua jam obrolan itu berlalu, tante Mira sedikit lega dengan perasaannya, permasalahan yang sedang merundung dirinya seakan melayang begitu saja, terbawa pijatan-pijatan lembut olehku. Dia seakan menikmati perawatan tubuh yang ia jalani saat itu. Aku bekerja sangat profesional, tak ada sedikitpun hasrat untuk berbuat yang tidak-tidak, karena itu konsekuensi pada sebuah pekerjaan.

Setelah selesai melakukan perawatan tante Mira merasakan kenyamanan dan ketenangan. Dia seolah melupakan permasalahannya itu. Wajahnya yang muram kembali segar dan bugar. Guratan wajah yang memperlihatkan dia sudah tidak muda kini kembali lebih tak terlihat, dia nampak seperti gadis lagi. Akupun nampak senang, karena pekerjaanku bukan hanya melakukan perawatan tubuh, namun bisa membantu pelanggan yang sedang dalam masalah. Itu aku lakukan semata-mata hanya untuk kepuasan pelanggan. Padahal aku paling malas kalau diajak bicara tentang kehidupan pribadi pelanggan. Karena dalam pikiran ku itu tidak baik untuk pekerjaan. Selain pekerjaanku jadi tambah, aku takut nanti si pelanggan jadi terlalu nyaman dan akhirnya malah jadi terus-terusan, atau bisa jadi pelanggan tetap itu sangat menakutkan bagiku.

Sebelum pulang tante Mira menyempatkan diri untuk mengahampiriku yang sedang mengkrimbat pelanggan lain, aku berpikiran mungkin  dia hanya ingin mengucapkan terima kasih atau sekedar memberi ku uang Tips sperti pelanggan-pelanggan lain lakukan. Dengan muka sumringah dan senyum menawan dia menyapa ku. Dia mengucapkan terima kasih berungkali padaku, sambil menyelipkan kertas kedalam saku bajuku. Aku hanya membalasnya dengan senyum mengembang dari bibir dan menjawab sekenanya saja, karena tanganku sedang penuh dengan busa sampoo.

Jam menunjukan pukul sembilan malam, aku pulang menggunakan angkutan umum, diperjalanan aku merasakan tubuhku sangat lelah, mungkin aku kecapean karena seharian bekerja tanpa henti. Aku menyenderkan tubuhku di kursi, saat itu bis kota sedang sesak oleh penumpang. Sebelum aku menutup mata tiba-tiba aku teringat kertas yang di selipkan oleh tante Mira di saku bajuku. Perlahan aku membukanya, remang-remang aku melihat tulisan itu, pencahayaan yang seadanya di bus membuat tulisan itu tidak terlalu jelas karena mataku sudah minus, tadinya aku ingin mengurungkan niat untuk membaca, namun rasa penasaran ini mendorongku untuk tetap membacanya, karena mataku sudah tidak kuat lagi menahan kantuk. "Kalau kamu mau bekerja di tempatku, silahkan datang ke kantor. Gedung Epicentrun Lt.15 Jl. Rasuna Said, salam Mira" Namun Secarik tulisan itu aku abaikan begitu saja, dan akupun terlelap dalam tidurku.

##

Aku bekerja di salon itu hampir dua tahun. Sebenarnya pekerjaan itu aku lakukan dengan keterpaksaan, karena sesungguhnya tidak ada sedikitpun dalam benakku untuk melakukan pekerjaan seperti itu. Aku yang berperawakan sangat atletis ini jadi tak berarti apa-apa saat aku sedang bekerja, karena semua orang mengira aku adalah seorang Gay atau pun banci. Namun apalah daya himpitan ekonomi menjadi faktor yang sangat mempengaruhi agar aku tetap bekerja disitu, akhirnya aku harus merasa nyaman untuk melakukan semua pekerjaan yang jauh dari pendidikan-ku, dulu aku pernah kuliah di  Manajemen.

Tulisan tante Mira hanya aku simpan begitu saja di kosan ku, aku tidak ada niat sama sekali untuk menerima tawaran tante Mira. Namun hati kecilku berbicara lain, aku berfikiran kapan lagi aku mendapatkan kesempatan seperti ini karena mencari pekerjaan di jakarta tidaklah mudah.

Dengan perasaan canggung aku mengetuk pintu yang tertera di depannya dengan tulisan "Ruang Dirut". Seolah sedang menunggu kehadiranku tante Mira langsung membuka kan pintu lebar-lebar dan mempersilahkanku untuk masuk, dengan perasaan campur aduk aku mengikuti instruksi dia untuk duduk di depan meja yang kelihatannya adalah tempat ia bekerja. Wawancara pun dimulai sesaat setelah seorang office boy mengantarkan Coffee keruangan itu. Pembiacaraan itu dimulai dari pekerjaanku di salon, terus tentang pendidikanku, aktifitas sehari-hari, keluarga, sampai kegiatanku semuanya dia tanyakan. Aku menjawab dengan tenang dan santai. Wawancara itu hampir mirip seperti aku sedang melakukan pekerjaanku di salon, yaitu bekerja sambil ngobrol dengan pelanggan. 

Setelah puas dengan semua pertanyaan yang diajukan tante Mira mengajakku untuk berkeliling kesemua bagian, aku dikenalkan dengan semua orang yang bekerja disitu. Mungkin ada hampir 50 orang yang bekerja disitu, bahkan sampai OB pun dikenalkan denganku. Aku tidak tau apa maksud dari semua ini, padahal aku juga belum tentu diterima sebagai karyawan di perusahaan itu. Setelah di kenal kan kesemua karyawan aku kembali masuk keruangan tante Mira. Aku duduk lagi berhadapan dengan sang Direktur cantik pelanggan setia salon tempat aku bekerja, dia menceritakan budaya dan aktifitas kerja yang ada diperusahaan yang dia pimpin. Di akhir pembicaraannya itu dia mengatakan sesuatu yang membuatku kaget "Apakah kamu mau bergabung dengan perusahaan ini" tutup tante sang Dirut, aku terdiam sesaat, ini diartikan olehku aku diterima diperusahaan itu. Sambil berfikir dan meyakinkan diri akhirnya aku dengan tegas menjawab siap untuk bergabung.

Tante  Mira merasa senang karena aku mau menerima tawarannya untuk bekerja bersama nya. Namun dalam hati bertanya-tanya pekerjaan apakah yang akan aku emban nanti, apakah aku sanggup atau tidak untuk menjalan pekerjaan itu. Tante mira menjelaskan lagi pekerjaan apa yang bakalan aku emban nanti, pada sebuah kesimpulan dia memberiku keperyaan yang sangat tinggi aku diberikan jabatan langsung sebagai Direktur Operasional untuk mendampinginya bekerja. Aku terasa tersmbar petir disiang bolong.

Rapat pimpinanpun diadakan, semua pimpinan diperusahaan itu seolah tidak menerima kehadiranku disitu, apalagi aku orang baru yang ada dilingkungan mereka. Tapi tante Mira memiliki kendali sangat kuat diperusahaan yang dibesarkan oleh suaminya itu. Lewat keputusan Direksi akhirnya aku ditetapkan sebagai Direktur Operasional. Inilah jalan hidup yang mengubahku seratus delapan puluh derajat, karena setalh itu aku menjadi orang yang sangat sibuk, bekerja siang malam untuk menunjukan kepada semua orang bahwa aku bisa untuk mejalankan perusahaan itu dengan baik dan bangkit dari keterpurukan. 

Seminggu, sebulan, setahun, sampai sepuluh tahun kemudian aku berhasil menjalankan perusahaan itu dan berkembang dengan pesat hingga perusahaan itu memiliki cabang dan anak perusahaan dimana-dimana. Linne bisnis yang sebelum itu hanya mengeruk dan mengolah batubara kini sudah merambah pada bisnis properti, media, perkebunan, sampai transportasi. Akupun hidup bahagia! dengan berlimpah rezeki dari yang maha kuasa.

the end


                                             ####

*Bagaiman kelanjutan ceritanya, tunggu saja tulisan berikutnya





Share this post

About @ridone_sia

Kwe mbok sing tes pada maca aja kur maca tok yah, mbokan pada ninggalna pesan lan kesanne apa, tes maca tulisanku. Dong ana sing muntah-muntah aku ora pan melu tanggung jawab, soale aku ora krasa metengi koe. Tapi dong sing mutah lanang ndeyan kwe masuk angin. tek sarana kerokan nggo duit satus sing jaman gemiyen. yen seneng/cinta/apa pengin kenalan tulung kyeh pada follow mene maring Twitter

Tentangku-Kebijakan-Kontak
Copyright © 2010 Ridonesia.com. Distributed By Blogger Themes | Blogger Template by Bloggertheme9
Proudly Powered by Blogger.
back to top