• Moment

    Photo Prewed Ridlo dan Dessy

  • Cerpen

    Cintaku, cinta yang tak lekang oleh waktu

  • Artikel

    Tidak Mudah Stress

  • Artikel

    Extracinta dari Ayah

  • Sunday, December 29, 2013

    Malam ini hawa dingin menyeruak ke sekujur tubuh, terasa menusuk hingga ke tulangku, cuaca sangat dingin. Kehampaan menjelma menjadi penderitaan kesucian cinta, ketidakhadiran sang rembulan menampikan ketakutan. Kiranya sang satelitpun enggan menampakan jati dirinya yang anggun. Namun disisi langit yang lain bintang bertaburan disana sini menghiasi gelap gulita ruang angkasa raya. Kekuatan alam menjadi daya tarik tersendiri, semua orang bisa menikmatinya, karena keindahan tak bisa terbayarkan oleh sesuatu apapun, tak ada satupun bandingan yang sepadan dengan ciptaan-Nya. Lukisan indah sang maha pencipta, semua bersujud takluk di tangan keabadianNya. Semakin pekat kegelapan ini, semakin gulita keadaan ini, maka semakin terasa kedamaiannya. Tempat merenungkan segala yang telah terjadi dalam kehidupan, tempat merenungkan apa yang akan terjadi dikemudian. Keberadaannya bisa dirasakan, bisa dilihat, bisa disentuh, bisa dinikmati, namun itu menjadikan kita kerdil di bawah telapak tangan langit-Nya.

    Cinta dengan Keagungan-Nya

    Posted at  Sunday, December 29, 2013  |  in  Fiktif  |  Read More»

    Malam ini hawa dingin menyeruak ke sekujur tubuh, terasa menusuk hingga ke tulangku, cuaca sangat dingin. Kehampaan menjelma menjadi penderitaan kesucian cinta, ketidakhadiran sang rembulan menampikan ketakutan. Kiranya sang satelitpun enggan menampakan jati dirinya yang anggun. Namun disisi langit yang lain bintang bertaburan disana sini menghiasi gelap gulita ruang angkasa raya. Kekuatan alam menjadi daya tarik tersendiri, semua orang bisa menikmatinya, karena keindahan tak bisa terbayarkan oleh sesuatu apapun, tak ada satupun bandingan yang sepadan dengan ciptaan-Nya. Lukisan indah sang maha pencipta, semua bersujud takluk di tangan keabadianNya. Semakin pekat kegelapan ini, semakin gulita keadaan ini, maka semakin terasa kedamaiannya. Tempat merenungkan segala yang telah terjadi dalam kehidupan, tempat merenungkan apa yang akan terjadi dikemudian. Keberadaannya bisa dirasakan, bisa dilihat, bisa disentuh, bisa dinikmati, namun itu menjadikan kita kerdil di bawah telapak tangan langit-Nya.

    Friday, December 27, 2013

    Perjalanan hidupku berubah seratus delapan puluh derajat ketika ada sebuah tawaran gila yang diberikan oleh seorang pengusaha Batubara asal kalimantan. Aku ditawari kerja diperusahaannya, tak tanggung-tanggung aku ditawari untuk menjabat Direktur Operasional diperusahaan yang dia pimpim. Akupun berfikir panjang untuk menerima tawaran yang cukup menggiurkan tersebut, secara aku hanyalah seorang pekerja salon.

    Awal mula perkenalan itu dimulai saat aku sedang bekerja di salon kecantikan pada sebuah mall di Jakarta Selatan. Saat itu ada seorang perempuan setengah baya datang untuk melakukan perawatan tubuh. Dia adalah tante Mira, pelanggan setia salon tempat aku bekerja. Saat itu dia terlihat sangat lelah, terlihat dari guratan-guratan wajahnya sangat muram.

    Disela-sela perawatan kami memulai percakapan, walaupun sedikit ragu-ragu akhirnya aku mengikuti arah pembicaraan yang diinginkan oleh tante Mira. Rupanya wajah muram-nya itu bukan tak beralasan, namun memang dia sedang dirundung berbagai permasalahan. Aku hanya menjadi pendengar setia. Dia bercerita panjang lebar tentang berbagai permasalahannya kepadaku, dan aku hanya menjawab sebisa mungkin agar tante Mira puas dengan pembicaraan itu. 

    Perusahaan yang dia pimpin sedang mengalami gejolak. Gonjang-ganjing dari permasalahan itu dikarenakan banyak orang didalamnya ingin menguasai perusahaan tersebut. Suami tante Mira meninggal enam bulan lalu dalam sebuah kecelakaan mobil, yang sepertinya ter-skenario. Penyelidikan tentang kematiannya pun berakhir setelah polisi mengumumkan hasilnya. Bahwa suami tante Mira tewas karena kecelakaan murni. Tante mira pun terlihat sangat kecewa, namun demikian dia akhirnya menerima dengan lapang dada kepergian suami tercinta.

    Dengan susah payah dia mempertahankan perusahaan peninggalan suaminya itu. Tidak mudah dia menjalankan roda perusahaan seorang diri. Karena memang sebelumnya dia hanya bekerja di balik suaminya tersebut.

    Melihat kesedihan tante Mira itu aku memberanikan diri untuk sedikit menasehati, walaupun tidak ada kewajiban aku untuk melakukan itu. Mungkin saat itu tante sedang membutuhkan sosok teman yang setidaknya bisa mengurangi beban permasalahannya itu. 

    Hampir dua jam obrolan itu berlalu, tante Mira sedikit lega dengan perasaannya, permasalahan yang sedang merundung dirinya seakan melayang begitu saja, terbawa pijatan-pijatan lembut olehku. Dia seakan menikmati perawatan tubuh yang ia jalani saat itu. Aku bekerja sangat profesional, tak ada sedikitpun hasrat untuk berbuat yang tidak-tidak, karena itu konsekuensi pada sebuah pekerjaan.

    Setelah selesai melakukan perawatan tante Mira merasakan kenyamanan dan ketenangan. Dia seolah melupakan permasalahannya itu. Wajahnya yang muram kembali segar dan bugar. Guratan wajah yang memperlihatkan dia sudah tidak muda kini kembali lebih tak terlihat, dia nampak seperti gadis lagi. Akupun nampak senang, karena pekerjaanku bukan hanya melakukan perawatan tubuh, namun bisa membantu pelanggan yang sedang dalam masalah. Itu aku lakukan semata-mata hanya untuk kepuasan pelanggan. Padahal aku paling malas kalau diajak bicara tentang kehidupan pribadi pelanggan. Karena dalam pikiran ku itu tidak baik untuk pekerjaan. Selain pekerjaanku jadi tambah, aku takut nanti si pelanggan jadi terlalu nyaman dan akhirnya malah jadi terus-terusan, atau bisa jadi pelanggan tetap itu sangat menakutkan bagiku.

    Sebelum pulang tante Mira menyempatkan diri untuk mengahampiriku yang sedang mengkrimbat pelanggan lain, aku berpikiran mungkin  dia hanya ingin mengucapkan terima kasih atau sekedar memberi ku uang Tips sperti pelanggan-pelanggan lain lakukan. Dengan muka sumringah dan senyum menawan dia menyapa ku. Dia mengucapkan terima kasih berungkali padaku, sambil menyelipkan kertas kedalam saku bajuku. Aku hanya membalasnya dengan senyum mengembang dari bibir dan menjawab sekenanya saja, karena tanganku sedang penuh dengan busa sampoo.

    Jam menunjukan pukul sembilan malam, aku pulang menggunakan angkutan umum, diperjalanan aku merasakan tubuhku sangat lelah, mungkin aku kecapean karena seharian bekerja tanpa henti. Aku menyenderkan tubuhku di kursi, saat itu bis kota sedang sesak oleh penumpang. Sebelum aku menutup mata tiba-tiba aku teringat kertas yang di selipkan oleh tante Mira di saku bajuku. Perlahan aku membukanya, remang-remang aku melihat tulisan itu, pencahayaan yang seadanya di bus membuat tulisan itu tidak terlalu jelas karena mataku sudah minus, tadinya aku ingin mengurungkan niat untuk membaca, namun rasa penasaran ini mendorongku untuk tetap membacanya, karena mataku sudah tidak kuat lagi menahan kantuk. "Kalau kamu mau bekerja di tempatku, silahkan datang ke kantor. Gedung Epicentrun Lt.15 Jl. Rasuna Said, salam Mira" Namun Secarik tulisan itu aku abaikan begitu saja, dan akupun terlelap dalam tidurku.

    ##

    Aku bekerja di salon itu hampir dua tahun. Sebenarnya pekerjaan itu aku lakukan dengan keterpaksaan, karena sesungguhnya tidak ada sedikitpun dalam benakku untuk melakukan pekerjaan seperti itu. Aku yang berperawakan sangat atletis ini jadi tak berarti apa-apa saat aku sedang bekerja, karena semua orang mengira aku adalah seorang Gay atau pun banci. Namun apalah daya himpitan ekonomi menjadi faktor yang sangat mempengaruhi agar aku tetap bekerja disitu, akhirnya aku harus merasa nyaman untuk melakukan semua pekerjaan yang jauh dari pendidikan-ku, dulu aku pernah kuliah di  Manajemen.

    Tulisan tante Mira hanya aku simpan begitu saja di kosan ku, aku tidak ada niat sama sekali untuk menerima tawaran tante Mira. Namun hati kecilku berbicara lain, aku berfikiran kapan lagi aku mendapatkan kesempatan seperti ini karena mencari pekerjaan di jakarta tidaklah mudah.

    Dengan perasaan canggung aku mengetuk pintu yang tertera di depannya dengan tulisan "Ruang Dirut". Seolah sedang menunggu kehadiranku tante Mira langsung membuka kan pintu lebar-lebar dan mempersilahkanku untuk masuk, dengan perasaan campur aduk aku mengikuti instruksi dia untuk duduk di depan meja yang kelihatannya adalah tempat ia bekerja. Wawancara pun dimulai sesaat setelah seorang office boy mengantarkan Coffee keruangan itu. Pembiacaraan itu dimulai dari pekerjaanku di salon, terus tentang pendidikanku, aktifitas sehari-hari, keluarga, sampai kegiatanku semuanya dia tanyakan. Aku menjawab dengan tenang dan santai. Wawancara itu hampir mirip seperti aku sedang melakukan pekerjaanku di salon, yaitu bekerja sambil ngobrol dengan pelanggan. 

    Setelah puas dengan semua pertanyaan yang diajukan tante Mira mengajakku untuk berkeliling kesemua bagian, aku dikenalkan dengan semua orang yang bekerja disitu. Mungkin ada hampir 50 orang yang bekerja disitu, bahkan sampai OB pun dikenalkan denganku. Aku tidak tau apa maksud dari semua ini, padahal aku juga belum tentu diterima sebagai karyawan di perusahaan itu. Setelah di kenal kan kesemua karyawan aku kembali masuk keruangan tante Mira. Aku duduk lagi berhadapan dengan sang Direktur cantik pelanggan setia salon tempat aku bekerja, dia menceritakan budaya dan aktifitas kerja yang ada diperusahaan yang dia pimpin. Di akhir pembicaraannya itu dia mengatakan sesuatu yang membuatku kaget "Apakah kamu mau bergabung dengan perusahaan ini" tutup tante sang Dirut, aku terdiam sesaat, ini diartikan olehku aku diterima diperusahaan itu. Sambil berfikir dan meyakinkan diri akhirnya aku dengan tegas menjawab siap untuk bergabung.

    Tante  Mira merasa senang karena aku mau menerima tawarannya untuk bekerja bersama nya. Namun dalam hati bertanya-tanya pekerjaan apakah yang akan aku emban nanti, apakah aku sanggup atau tidak untuk menjalan pekerjaan itu. Tante mira menjelaskan lagi pekerjaan apa yang bakalan aku emban nanti, pada sebuah kesimpulan dia memberiku keperyaan yang sangat tinggi aku diberikan jabatan langsung sebagai Direktur Operasional untuk mendampinginya bekerja. Aku terasa tersmbar petir disiang bolong.

    Rapat pimpinanpun diadakan, semua pimpinan diperusahaan itu seolah tidak menerima kehadiranku disitu, apalagi aku orang baru yang ada dilingkungan mereka. Tapi tante Mira memiliki kendali sangat kuat diperusahaan yang dibesarkan oleh suaminya itu. Lewat keputusan Direksi akhirnya aku ditetapkan sebagai Direktur Operasional. Inilah jalan hidup yang mengubahku seratus delapan puluh derajat, karena setalh itu aku menjadi orang yang sangat sibuk, bekerja siang malam untuk menunjukan kepada semua orang bahwa aku bisa untuk mejalankan perusahaan itu dengan baik dan bangkit dari keterpurukan. 

    Seminggu, sebulan, setahun, sampai sepuluh tahun kemudian aku berhasil menjalankan perusahaan itu dan berkembang dengan pesat hingga perusahaan itu memiliki cabang dan anak perusahaan dimana-dimana. Linne bisnis yang sebelum itu hanya mengeruk dan mengolah batubara kini sudah merambah pada bisnis properti, media, perkebunan, sampai transportasi. Akupun hidup bahagia! dengan berlimpah rezeki dari yang maha kuasa.

    the end


                                                 ####

    *Bagaiman kelanjutan ceritanya, tunggu saja tulisan berikutnya





    Mengejar Tante-tante #1

    Posted at  Friday, December 27, 2013  |  in  Cerpen  |  Read More»

    Perjalanan hidupku berubah seratus delapan puluh derajat ketika ada sebuah tawaran gila yang diberikan oleh seorang pengusaha Batubara asal kalimantan. Aku ditawari kerja diperusahaannya, tak tanggung-tanggung aku ditawari untuk menjabat Direktur Operasional diperusahaan yang dia pimpim. Akupun berfikir panjang untuk menerima tawaran yang cukup menggiurkan tersebut, secara aku hanyalah seorang pekerja salon.

    Awal mula perkenalan itu dimulai saat aku sedang bekerja di salon kecantikan pada sebuah mall di Jakarta Selatan. Saat itu ada seorang perempuan setengah baya datang untuk melakukan perawatan tubuh. Dia adalah tante Mira, pelanggan setia salon tempat aku bekerja. Saat itu dia terlihat sangat lelah, terlihat dari guratan-guratan wajahnya sangat muram.

    Disela-sela perawatan kami memulai percakapan, walaupun sedikit ragu-ragu akhirnya aku mengikuti arah pembicaraan yang diinginkan oleh tante Mira. Rupanya wajah muram-nya itu bukan tak beralasan, namun memang dia sedang dirundung berbagai permasalahan. Aku hanya menjadi pendengar setia. Dia bercerita panjang lebar tentang berbagai permasalahannya kepadaku, dan aku hanya menjawab sebisa mungkin agar tante Mira puas dengan pembicaraan itu. 

    Perusahaan yang dia pimpin sedang mengalami gejolak. Gonjang-ganjing dari permasalahan itu dikarenakan banyak orang didalamnya ingin menguasai perusahaan tersebut. Suami tante Mira meninggal enam bulan lalu dalam sebuah kecelakaan mobil, yang sepertinya ter-skenario. Penyelidikan tentang kematiannya pun berakhir setelah polisi mengumumkan hasilnya. Bahwa suami tante Mira tewas karena kecelakaan murni. Tante mira pun terlihat sangat kecewa, namun demikian dia akhirnya menerima dengan lapang dada kepergian suami tercinta.

    Dengan susah payah dia mempertahankan perusahaan peninggalan suaminya itu. Tidak mudah dia menjalankan roda perusahaan seorang diri. Karena memang sebelumnya dia hanya bekerja di balik suaminya tersebut.

    Melihat kesedihan tante Mira itu aku memberanikan diri untuk sedikit menasehati, walaupun tidak ada kewajiban aku untuk melakukan itu. Mungkin saat itu tante sedang membutuhkan sosok teman yang setidaknya bisa mengurangi beban permasalahannya itu. 

    Hampir dua jam obrolan itu berlalu, tante Mira sedikit lega dengan perasaannya, permasalahan yang sedang merundung dirinya seakan melayang begitu saja, terbawa pijatan-pijatan lembut olehku. Dia seakan menikmati perawatan tubuh yang ia jalani saat itu. Aku bekerja sangat profesional, tak ada sedikitpun hasrat untuk berbuat yang tidak-tidak, karena itu konsekuensi pada sebuah pekerjaan.

    Setelah selesai melakukan perawatan tante Mira merasakan kenyamanan dan ketenangan. Dia seolah melupakan permasalahannya itu. Wajahnya yang muram kembali segar dan bugar. Guratan wajah yang memperlihatkan dia sudah tidak muda kini kembali lebih tak terlihat, dia nampak seperti gadis lagi. Akupun nampak senang, karena pekerjaanku bukan hanya melakukan perawatan tubuh, namun bisa membantu pelanggan yang sedang dalam masalah. Itu aku lakukan semata-mata hanya untuk kepuasan pelanggan. Padahal aku paling malas kalau diajak bicara tentang kehidupan pribadi pelanggan. Karena dalam pikiran ku itu tidak baik untuk pekerjaan. Selain pekerjaanku jadi tambah, aku takut nanti si pelanggan jadi terlalu nyaman dan akhirnya malah jadi terus-terusan, atau bisa jadi pelanggan tetap itu sangat menakutkan bagiku.

    Sebelum pulang tante Mira menyempatkan diri untuk mengahampiriku yang sedang mengkrimbat pelanggan lain, aku berpikiran mungkin  dia hanya ingin mengucapkan terima kasih atau sekedar memberi ku uang Tips sperti pelanggan-pelanggan lain lakukan. Dengan muka sumringah dan senyum menawan dia menyapa ku. Dia mengucapkan terima kasih berungkali padaku, sambil menyelipkan kertas kedalam saku bajuku. Aku hanya membalasnya dengan senyum mengembang dari bibir dan menjawab sekenanya saja, karena tanganku sedang penuh dengan busa sampoo.

    Jam menunjukan pukul sembilan malam, aku pulang menggunakan angkutan umum, diperjalanan aku merasakan tubuhku sangat lelah, mungkin aku kecapean karena seharian bekerja tanpa henti. Aku menyenderkan tubuhku di kursi, saat itu bis kota sedang sesak oleh penumpang. Sebelum aku menutup mata tiba-tiba aku teringat kertas yang di selipkan oleh tante Mira di saku bajuku. Perlahan aku membukanya, remang-remang aku melihat tulisan itu, pencahayaan yang seadanya di bus membuat tulisan itu tidak terlalu jelas karena mataku sudah minus, tadinya aku ingin mengurungkan niat untuk membaca, namun rasa penasaran ini mendorongku untuk tetap membacanya, karena mataku sudah tidak kuat lagi menahan kantuk. "Kalau kamu mau bekerja di tempatku, silahkan datang ke kantor. Gedung Epicentrun Lt.15 Jl. Rasuna Said, salam Mira" Namun Secarik tulisan itu aku abaikan begitu saja, dan akupun terlelap dalam tidurku.

    ##

    Aku bekerja di salon itu hampir dua tahun. Sebenarnya pekerjaan itu aku lakukan dengan keterpaksaan, karena sesungguhnya tidak ada sedikitpun dalam benakku untuk melakukan pekerjaan seperti itu. Aku yang berperawakan sangat atletis ini jadi tak berarti apa-apa saat aku sedang bekerja, karena semua orang mengira aku adalah seorang Gay atau pun banci. Namun apalah daya himpitan ekonomi menjadi faktor yang sangat mempengaruhi agar aku tetap bekerja disitu, akhirnya aku harus merasa nyaman untuk melakukan semua pekerjaan yang jauh dari pendidikan-ku, dulu aku pernah kuliah di  Manajemen.

    Tulisan tante Mira hanya aku simpan begitu saja di kosan ku, aku tidak ada niat sama sekali untuk menerima tawaran tante Mira. Namun hati kecilku berbicara lain, aku berfikiran kapan lagi aku mendapatkan kesempatan seperti ini karena mencari pekerjaan di jakarta tidaklah mudah.

    Dengan perasaan canggung aku mengetuk pintu yang tertera di depannya dengan tulisan "Ruang Dirut". Seolah sedang menunggu kehadiranku tante Mira langsung membuka kan pintu lebar-lebar dan mempersilahkanku untuk masuk, dengan perasaan campur aduk aku mengikuti instruksi dia untuk duduk di depan meja yang kelihatannya adalah tempat ia bekerja. Wawancara pun dimulai sesaat setelah seorang office boy mengantarkan Coffee keruangan itu. Pembiacaraan itu dimulai dari pekerjaanku di salon, terus tentang pendidikanku, aktifitas sehari-hari, keluarga, sampai kegiatanku semuanya dia tanyakan. Aku menjawab dengan tenang dan santai. Wawancara itu hampir mirip seperti aku sedang melakukan pekerjaanku di salon, yaitu bekerja sambil ngobrol dengan pelanggan. 

    Setelah puas dengan semua pertanyaan yang diajukan tante Mira mengajakku untuk berkeliling kesemua bagian, aku dikenalkan dengan semua orang yang bekerja disitu. Mungkin ada hampir 50 orang yang bekerja disitu, bahkan sampai OB pun dikenalkan denganku. Aku tidak tau apa maksud dari semua ini, padahal aku juga belum tentu diterima sebagai karyawan di perusahaan itu. Setelah di kenal kan kesemua karyawan aku kembali masuk keruangan tante Mira. Aku duduk lagi berhadapan dengan sang Direktur cantik pelanggan setia salon tempat aku bekerja, dia menceritakan budaya dan aktifitas kerja yang ada diperusahaan yang dia pimpin. Di akhir pembicaraannya itu dia mengatakan sesuatu yang membuatku kaget "Apakah kamu mau bergabung dengan perusahaan ini" tutup tante sang Dirut, aku terdiam sesaat, ini diartikan olehku aku diterima diperusahaan itu. Sambil berfikir dan meyakinkan diri akhirnya aku dengan tegas menjawab siap untuk bergabung.

    Tante  Mira merasa senang karena aku mau menerima tawarannya untuk bekerja bersama nya. Namun dalam hati bertanya-tanya pekerjaan apakah yang akan aku emban nanti, apakah aku sanggup atau tidak untuk menjalan pekerjaan itu. Tante mira menjelaskan lagi pekerjaan apa yang bakalan aku emban nanti, pada sebuah kesimpulan dia memberiku keperyaan yang sangat tinggi aku diberikan jabatan langsung sebagai Direktur Operasional untuk mendampinginya bekerja. Aku terasa tersmbar petir disiang bolong.

    Rapat pimpinanpun diadakan, semua pimpinan diperusahaan itu seolah tidak menerima kehadiranku disitu, apalagi aku orang baru yang ada dilingkungan mereka. Tapi tante Mira memiliki kendali sangat kuat diperusahaan yang dibesarkan oleh suaminya itu. Lewat keputusan Direksi akhirnya aku ditetapkan sebagai Direktur Operasional. Inilah jalan hidup yang mengubahku seratus delapan puluh derajat, karena setalh itu aku menjadi orang yang sangat sibuk, bekerja siang malam untuk menunjukan kepada semua orang bahwa aku bisa untuk mejalankan perusahaan itu dengan baik dan bangkit dari keterpurukan. 

    Seminggu, sebulan, setahun, sampai sepuluh tahun kemudian aku berhasil menjalankan perusahaan itu dan berkembang dengan pesat hingga perusahaan itu memiliki cabang dan anak perusahaan dimana-dimana. Linne bisnis yang sebelum itu hanya mengeruk dan mengolah batubara kini sudah merambah pada bisnis properti, media, perkebunan, sampai transportasi. Akupun hidup bahagia! dengan berlimpah rezeki dari yang maha kuasa.

    the end


                                                 ####

    *Bagaiman kelanjutan ceritanya, tunggu saja tulisan berikutnya





    Monday, December 23, 2013

    Malam minggu (21/12) kemarin ada kejadian aneh banget, gwe harus berantem hebat dengan cewe gwe. Padahal masalahnya itu sepele banget, cuma gara-gara rebutan remot TV dan koran. Lah kok bisa begitu! hehehe parah yah, udah gede masih rebutan remot ajah. Gimana sih ceritanya kok bisa sampai segitunya, pada penasaran kan tentang cerita ini. simak terus yah ceritanya.

    Awal mula pertengkaran itu dimulai saat acara tivi Yuk Kita Smile (YKS) yang ditayangkan oleh stasiun tivi Transtv dimulai. Gwe yang dari tadi siang nongkrong depan tivi diminta gantian sama cewe gwe, karena malem itu ada final sepak bola  Indonesia vs Thailand akhirnya aku gak mau mengalah, al hasil cewe gwe marah-marah.

    Berantem Hebat Gara-gara Remot TV

    Posted at  Monday, December 23, 2013  |  in  Fiktif  |  Read More»

    Malam minggu (21/12) kemarin ada kejadian aneh banget, gwe harus berantem hebat dengan cewe gwe. Padahal masalahnya itu sepele banget, cuma gara-gara rebutan remot TV dan koran. Lah kok bisa begitu! hehehe parah yah, udah gede masih rebutan remot ajah. Gimana sih ceritanya kok bisa sampai segitunya, pada penasaran kan tentang cerita ini. simak terus yah ceritanya.

    Awal mula pertengkaran itu dimulai saat acara tivi Yuk Kita Smile (YKS) yang ditayangkan oleh stasiun tivi Transtv dimulai. Gwe yang dari tadi siang nongkrong depan tivi diminta gantian sama cewe gwe, karena malem itu ada final sepak bola  Indonesia vs Thailand akhirnya aku gak mau mengalah, al hasil cewe gwe marah-marah.

    Wednesday, December 4, 2013

    Hei ketemu gwe lagi, ridlo. kalau ngomongin kampus kayanya gak ada habisnya kalau mengkritik. Tapi sebenarnya mengkritik itu baik, apalagi kalau kritikannya itu disertai dengan memberikan sosuli. Jangan kaya orang lagi nonton bola, supporter itu bisanya mencela pemain, padahal yang maen itu udah mati-matian tuh maen bolanya. Eh yang nonton enak ajah bilang ahh kacau tuh striker bego gak bisa apa-apa kaya gitu ajah gak goll, dasar begoooo sambil teriak-teriak koprol tiga kali. Itu kalau maen bola yah. Ada juga kalau di kampus contohnya gini, ada mahasiswa yang lagi ngajuin proposal skripsi eh malah dikritik abis-abisan pas ditanyain solusi malah gak bisa menjawab. Itu membuktikan orang yang kritik belum tentu lebih tau dari pada yang dikritik. Lebih baik mengkritik dengan baik dan mencarikan solusi dari pada anarki betul gak. Gigit proprosal sambil bacok nampol penguji.

    Stand up Comedy Kampus Uika #2

    Posted at  Wednesday, December 04, 2013  |  in  Curhatanku  |  Read More»

    Hei ketemu gwe lagi, ridlo. kalau ngomongin kampus kayanya gak ada habisnya kalau mengkritik. Tapi sebenarnya mengkritik itu baik, apalagi kalau kritikannya itu disertai dengan memberikan sosuli. Jangan kaya orang lagi nonton bola, supporter itu bisanya mencela pemain, padahal yang maen itu udah mati-matian tuh maen bolanya. Eh yang nonton enak ajah bilang ahh kacau tuh striker bego gak bisa apa-apa kaya gitu ajah gak goll, dasar begoooo sambil teriak-teriak koprol tiga kali. Itu kalau maen bola yah. Ada juga kalau di kampus contohnya gini, ada mahasiswa yang lagi ngajuin proposal skripsi eh malah dikritik abis-abisan pas ditanyain solusi malah gak bisa menjawab. Itu membuktikan orang yang kritik belum tentu lebih tau dari pada yang dikritik. Lebih baik mengkritik dengan baik dan mencarikan solusi dari pada anarki betul gak. Gigit proprosal sambil bacok nampol penguji.

    Tentangku-Kebijakan-Kontak
    Copyright © 2010 Ridonesia.com. Distributed By Blogger Themes | Blogger Template by Bloggertheme9
    Proudly Powered by Blogger.
    back to top